Belakangan sederet nama pegawai negeri sipil (PNS)
mengisi daftar panjang pelaku korupsi di tanah air. Setelah menjalani
hukuman, ada di antara mereka yang tetap menduduki jabatannya di
instansi pemerintahan. Hal ini banyak menuai kontroversi. Oleh karena
itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho, mengusulkan
agar pemecatan pegawai negeri yang melakukan korupsi sudah harus
dilakukan saat putusan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Sehingga tidak perdebatkan lagi.
“Jelas harusnya PNS
koruptor dipecat karena melanggar sumpah jabatannya. Di Undang-Undang
Kepegawaian pasal 23 ayat 5 jelas menyebutkan PNS diberhentikan tidak
hormat karena melanggar sumpah janji dan tidak setia pada UU 1945,”
tutur Emerson dalam diskusi bulanan Kementerian Hukum dan HAM, bertajuk
“Larangan Menjabat bagi Mantan Terpidana Korupsi” di Gedung Dirjen
Imigrasi, Jakarta.
Untuk menjalankan usul tersebut, kata Emerson, pemerintah harus
membuat regulasi baru terkait pemberhentian pegawai negeri yang korup.
Dengan adanya regulasi baru, maka usulan ini dapat dijalankan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung.
“Surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri saja tidak cukup.
Harusnya dipecat. Ini akan jadi preseden buruk untuk instansi
pemerintah,” tegasnya.
Ia berharap pemerintah berkaca pada kasus Azirwan, mantan koruptor
yang mendapatkan promosi jabatan sebagai Kepala Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan Undang-Undang nomor 43
tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan Peraturan Pemerintah (PP)
100 Tahun 2000, Azirwan seharusnya dipecat dan tidak dapat dipromosikan
dalam jabatan struktural birokrat. Hal tersebut mengacu pada
pertimbangan sumpah/janji sebagai PNS.
“Sudah susah-susah usut korupsinya, malah dapat kenaikan jabatan. Di
negara yang berjuang lawan korupsi, kondisi Indonesia itu aneh,” pungkas
Emerson
Tidak ada komentar:
Posting Komentar